OLDBOY

OLDBOY
LOGO

Minggu, 29 Mei 2011

EKSISTENSI LEMBAGA REASURANSI DALAM PERLINDUNGAN KONSUMEN ASURANSI JIWA

Dewasa ini banyak sekali bencana menimpa rakyat Indonesia, banjir, meletusnya gunung merapi, tanah longsor, juga peristiwa yang tidak diinginkan lain yang terjadi karena kesalahan pengguna seperti ledakan gas elpiji, kebakaran. Kesemuanya itu membutuhkan dana yang tidak sedikit untuk pemulihan kondisi kepada keadaan semula. Bantuan dari pemerintah dirasakan tidak memadai, uang yang kita tanamkan di Bank seakan tidak pernah cukup untuk membuat kita yakin terhadap kelangsungan asset yang kita miliki. Apalagi di masa sekarang ini dimana Pemerintah seakan hanya memberikan janji kosong tanpa bukti, kita harus mencari instrumen penjamin atas seluruh asset yang kita miliki. Asuransi adalah jawabannya lembaga yang sebenarnya sudah ada sejak zaman kolonial dan kurang mendapatkan tempat di kalangan masyarakat Indonesia serta baru terdengar perannya dalam kehidupan masyarakat Indonesia pada masa orde baru. Sekarang ini menjadi tren baru dalam perkembangan kehidupan masyarakat modern dimana teknologi bermunculan dan kesemuanya membutuhkan lembaga penjamin atas barang mewah yang dibutuhkan keberadaannya oleh masyarakat dalam menunjang aktivitasnya sehari-hari. Tetapi seiring dengan berjalannya waktu ternyata pertumbuhan asuransi tidak disertai dengan layanan purna jual yang memuaskan. Lip service dari para agen asuransi tampaknya benar-benar membuat para pemegang polis yakin atas perusahaan asuransi dari agen asuransi tersebut. Kemudahan pemberian ijin pendirian perusahaan asuransi, ditambah dengan budaya suap yang sudah membudaya membuat semua syarat yang sebetulnya sudah disepakati sejak zaman kolonial diabaikan, persyaratan lembaga reasuransi dalam tiap perusahaan asuransi sudah dihilangkan, pembuatan klausul baku yang sudah melanggar tatanan sosial dan merugikan masyarakat sebagai pihak yang seharusnya memperoleh haknya atas premi yang telah dibayarkannya membuat perusahaan asuransi tak ubahnya seperti lembaga penyalur kredit musiman yang hanya memikirkan keuntungan tanpa memperhatikan hak-hak dari pemegang polis. Semuanya menunjukkan bahwa Pemerintah perlu untuk melakukan penataan ulang terhadap lembaga asuransi, sebagaimana telah dilakukan terhadap lembaga perbankan pada tahun 90-an ketika terjadi gelombang rush yang menyebabkan dunia perbankan jatuh. Manajemen satu atap yang diselenggarakan oleh Menteri Keuangan dirasakan kurang memadai karena tidak ada lembaga pengontrol dari kebijakan perasuransian yang dijalankan oleh Departemen Keuangan. Seharusnya ada lembaga seperti Bank Indonesia yang benar-benar mampu menjalankan fungsi pengawasan dan pengendalian secara lebih menyeluruh dan komprehensif. Cakupan tugas dari Departemen Keuangan yang terlalu luas menyebabkan asuransi agak tertinggal perkembangan, pengawasan dan pertumbuhannya jika dibanding-kan dengan dunia perbankan. Prosedur klaim yang harus diajukan melalui Departemen Keuangan menjadi sulit dan panjang serta berbelit. Semestinya dengan pemberdayaan fungsi dari Dewan Asuransi Indonesia dan penerbitan peraturan baru untuk memberikan peran dari Dewan Asuransi Indonesia menjadi lembaga pengawas disamping Departemen Keuangan menjadi solusi yang dapat diandalkan untuk memotong proses klaim yang panjang dan sulit. Pemberian ijin perusahaan asuransi akan lebih terorganisasi secara baik dan memenuhi kaidah tertib administrasi yang ditentukan. Kesemuanya membutuhkan waktu yang tidak sedikit dan proses panjang, tetapi apabila proses ini telah terlalui dengan baik pastinya akan membawa pada citra perasuransian di Indonesia khususnya dan citra Indonesia di dunia internasional menjadi lebih baik.


sumber : http://magisterhukum.com/index.php?option=com_content&task=view&id=42&Itemid=1

Tidak ada komentar:

Posting Komentar